Senin, 16 April 2012

UKA - Unjuk Kreativitas Al-Azhar

Oke deh, sekarang giliran lomba di Al-Azhar Pusat, Jakarta, yang aku ceritain.

Jum'at, 6 April 2012.

Di mana anak-anak lain bersukacita karena libur, aku dan 8 orang lainnya malah harus pergi untuk berlomba.

Aku, Hafidh, dan Ave ikut lomba debat Bahasa Inggris. Ayu dan Rian lomba desain grafis. Intan dan Nafis ikut lomba tahfidz (hafalan) juz 30. Oddy dan Alma ikut lomba story telling. 


Aku bangun jam 4, padahal aku tidur jam 1--gara-gara perutku tiba-tiba jadi aneh. Entahlah, mungkin nervous atau apa. Sejauh yang aku ingat, ini baru pertama kalinya aku bener-bener ngerasa nervous waktu mau lomba macem ini. Mulutku rasanya aneh, lidahku kelu. Tapi aku berusaha tetap tenang dan berpikir, "Udah, nggak apa-apa. Jangan takut. Yang penting usahanya, bukan hasilnya." Yeah, tapi tetap saja...

Jam 4, dan aku masih leyeh-leyeh di kamar, mengumpulkan nyawa. Habis, secara gitu. Mana mungkin seorang Mitha bangun sepagi itu. Ngek. Lalu aku melihat Ave, dan dia masih tidur pulaaaaas sekali. Ngomong-ngomong, tiap kamar buat 2 orang. Aku bareng Ave. Setengah ngantuk, aku bangun dari tempat tidur dan membangunkan Ave.

Habis bangunin Ave, aku siap-siap mandi. Gila aja, mendadak aku jadi lebih rajin. Biar deh, sekali-kali. Pakai air dingin sih--biasanya kalau pagi aku mandi pake air panas. Entahlah, tiba-tiba saja semuanya tampak normal di sini. Setelah mandi, sambil nunggu Ave yang lagi mandi, aku sholat dengan bersajadahkan... handuk penginapan. Hahaha. Jangan mikir yang aneh-aneh--aku bawa handuk sendiri, kok.

Aku sudah pakai baju seragam batik lengkap--sampai ke kerudung-kerudungnya. Nggak tahu kesambit apa, aku memutuskan pakai kerudung segitiga. Padahal ya kalau aku lihat di foto, aku jelek banget... ah, biarin deh. Mumpung momen sekali seumur hidup. Aku SMS Hafidh, nanya apakah dia udah siap-siap, dan katanya dia baru mau sholat. Lalu aku packing bentar, dan turun ke bawah--sarapan!

Sementara teman-temanku yang OSN (hari Sabtu) pakai baju tidur dan masih ngantuk, aku dan yang lain udah segerrr. Kami pun sarapan.

searah jarum jam: Aku, Alma, Hida, Ave.
Oh, wait. Hida nggak ikut lomba hari itu.
 













The boys! Kiri-kanan: Rian, Oddy, Hafidh. 
Ayu nongol di belakang :p















Setelah sarapan, kami keluar ke halaman penginapan, ditemenin sama teman-teman yang OSN. Dibilangin "Good luck ya!" atau "Sukses ya!" sama teman-teman. Hihi. Hari itu, yang dampingin ke Al-Azhar Pusat itu Mr Atok sama... mama Ani. :p

Ternyata dari penginapan ke Al-Azhar 1 deket banget, tinggal muter aja terus nyampe. Ini... kalau dihitung-hitung, ketiga kalinya aku ke Al-Azhar Pusat. Pertama waktu kelas 5, kedua tahun lalu. Dan alhamdulillah udah begitu akrab sama bangunannya. Hehe. Seperti yang aku perkirakan, kami naik dulu ke lantai 8 untuk daftar ulang. Ya, gedung utama Al-Azhar 1 berlantai 8. Kurang kece apa coba. Ada liftnya pula. Sayang, liftnya sama sekali nggak nyaman.

Kami naik ke lantai 8, tapi masih sepi. Iyalah, mulainya aja baru jam 8. Kami sampai di sana sekitar jam setengah tujuh atau jam 7 gitu. Kami pun duduk-duduk di dekat aula. Aku berusaha membaca materi debat sebanyak yang aku bisa. Well, aku udah lumayan hafal, sih. Cuma ya itu tadi, aku agak gugup.

Tiba-tiba, aku lihat rombongan dari 13. Al-Azhar 13 maksudku. Ada satu orang yang aku kenal.

Tio.

Temen sekelasku (well, anak 7A, to be precise) yang waktu awal-awal kelas 7 pindah ke Surabaya. Wooow, keren abis. Dia ikut lomba apa di sini?

"Aku ikut lomba debat Bahasa Inggris," katanya bangga. Haduh. Dia nanya balik kami lomba apa. Begitu tahu aku-Hafidh-Ave ikut lomba yang sama dengan dia, dengan songongnya dia bilang, "Gue kalahin lo, Ve." HAHAHAHA. Sialan, songong bener nih anak.

Mr Atok ngajak aku, Ave, sama Hafidh turun ke lantai 7, liat lokasi lomba. Kalau nggak salah, waktu itu kami di ruang... 701. Pokoknya kelas 12 IPA. Entah IPA berapa. 1 mungkin. Sekalian, kami juga mau nyiapin diri--mematangkan persiapan.

Beberapa menit kemudian, kami naik lagi ke lantai 8 untuk acara pembukaan. Sama aja, setiap acara pembukaan selalu bikin aku ngantuk.
















Setelah pembukaan... lomba dimulai! May the odds be ever in your favor. Wish us luck! Bismillah.

Intan, waktu lomba tahfidz juz 30.












Nafis, waktu lomba tahfidz juz 30.

















Kami bertiga nunggu lamaaaaa sekali di luar 701, sampai akhirnya perwakilan tiap kelompok disuruh masuk untuk technical meeting dan ambil undian. Aku berkali-kali update tweet. Alhamdulillah responnya banyak. Banyak yang nyemangatin. Sip, kawan!


Setelah beberapa menit (yang rasanya berabad-abad), Hafidh--yang kami paksa masuk ke dalam--keluar. Kami dapat nomor urut 20, dengan motion: For the sake of goodness, it is okay to tell lie, bagian kontra. Aha, temanya gampang! Artinya kira-kira begini: Demi kebaikan, kita boleh berbohong. Woo-hoo! Temanya asyik banget. Langsung deh, kita prepare semaksimal mungkin. Aku menghafalkan poin-poin sebagai first speaker. Oh ya, kami boleh masuk ke ruang lomba. Cuma sekedar nonton dan melihat seperti apa performance sekolah lain.


Sejauh yang aku lihat, sebagian besar kurang di ekspresinya. Mereka juga nggak begitu ngandalin fakta. Well, mungkin iya, cuma aku nggak tahu. Aku jadi sedikit lega dan merasa kalau timku pasti bisa.


Tim kami maju setelah shalat Zuhur. Aku dan Ave sholat dulu di Masjid Agung Al-Azhar. Sumpah, itu masjid paling enak yang pernah aku masuki. Karpetnya empuk banget. Habis sholat, kami naik lagi ke lantai 7... naik lift. Gila ah, aku malah jadi pusing. Kenapa waktu mau maju, sih... -____- Untung nggak berpengaruh apa-apa. Aku masih bisa konsentrasi dan siap bertarung.

Akhirnya, giliran tim kami tiba juga. Kami melawan Al-Azhar 15 Cilacap. Oh ya, lawan kami itu terdiri dari 3 orang cewek. Pertama-tama, aku mengenalkan tim kami:

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Good morning, all the honorable adjudicators and my beloved friends here. First of all, let me introduce my team. We're come from Al-Azhar 14 Islamic Junior High School Semarang. My name is Kania Manika Paramahita, and I'll be the first speaker. Next to me, Hafidh Rahman Zailani, as the second speaker. The last is Averose Safira, as the third speaker. Thank you."

Wuah, ini hafalan di luar kepala. Alhamdulillah, lancar. Debat dimulai dengan penyampaian argumen dari first speaker dari tim positif, lalu first speaker dari tim negatif, second speaker dari tim positif, dst.

Sesudah perkenalan tim, first speaker dari tim positif bicara duluan. Err, aku boleh bilang nggak kalau mereka ngomong Inggrisnya patah-patah? Maaf lho, hehe. Sementara dia ngomong, aku berusaha keep calm and stay cool di bangkuku. Gelisah, tapi aku tahu aku bisa. Nah, dia sudah selesai berargumen. Bismillah, giliranku!












  






"Okay, thank you. So… we’re totally disagree with your statement that for the sake of goodness, it is okay to tell lie. Why? Well, according to hadits, it’s a must for every Muslim to tell the truth. Tell the truth will lead you to goodness, and of course goodness will bring you to heaven. But, in the opposite: if you tell someone a lie, then you’ve done something bad, and badness will bring you to the hell.”



Deg. Bentar. Aku lupa poin keduanya. Oh, tidaaaak! Aku diam sebentar, pura-pura berpikir, sebelum memutuskan untuk lompat ke poin ketiga. Semoga Hafidh atau Ave bisa nyampein argumenku yang kelupaan tadi.



“Do you know snowball effect? It’s just like… yeah, you tell someone a lie, and then you have to cover your lie with another lie, and then you cover it again, again and again. At first, it’s only a small lie, but after you cover it with another lie, then it become a big one. And Thomas Jefferson said in his quote that honesty is the first chapter of The Book of Wisdom. So, if you’re honest, you’ll be a wisdom one. Thank you.”



Tepuk tangan memenuhi ruang kelas itu. Aku duduk lagi dengan lega. Alhamdulillah, my job is done. Oh, dan selama aku menyampaikan argumen tadi, aku berusaha menatap langsung ke mata first speaker tim lawan. Maksudnya, sih, biar terkesan meyakinkan—sekaligus membuat dia salting. HAHAHA.



Setelah aku, giliran second speaker dari tim positif yang ngomong. Aku nggak begitu nangkep dia ngomong apa, tapi yang jelas dia sedikit mengulang argumen first speaker-nya dan menyebut-nyebut masalah safety atau keamanan.



Aku sempat berbisik gini, “Fidh, aku lupa satu poin…” tapi sepertinya Hafidh nggak denger. Ah, masa bodo. Semoga dia tahu aku kelupaan satu poin.



Hap, hap. Giliran Hafidh as the second speaker of my team. Bismillah, dia berdiri dan mulai berbicara. Dan, demi apapun, waktu dia ngomong, aku sempat lihat beberapa penonton bisik-bisik. Entah kenapa. Dan... percaya atau tidak, aku lihat jurinya senyam-senyum! Wah, kode.











 

...And why you don’t tell them politely about the truth? I’ll give you an example. You have a friend, a girl. She asked you, ‘Do I look nice in this dress?’ and you actually don’t like it, but you said, ‘Yeah, that’s nice. But how if you try the another one?’ You can’t just said, ‘No, I don’t like it, that’s ugly!’”



Salah satu jurinya tertawa.



Sumpah, aku nggak bohong. Aku lihat salah satu jurinya ketawa waktu Hafidh nyampein argumen itu. Entah karena cara dia berargumen, aksen British-nya, atau karena dia ngambil contoh seorang cewek. Atau mungkin gabungan ketiganya. Entahlah. Yang jelas, kami berhasil membuat lawan kami tertekan—juga merebut perhatian juri dan audiens.



Dan, seperti yang bisa diduga, setelah dia ngomong dan duduk, respon-nya lumayan. Aplausnya lebih keras dari aku tadi, malah. Hihi, seenggaknya juri sedikit terhibur. Setelah Hafidh, giliran third speaker dari tim lawan yang bicara. Tugasnya third speaker yaitu merangkum argumen first speaker dan second speaker, lalu menyampaikan argumennya sendiri dan terakhir, menyimpulkan argumen timnya. Waktunya lebih lama daripada kedua speaker yang lain, 5 menit. First speaker sama second speaker hanya dikasih waktu 3 menit. Eh, hanya? Nggak juga ding. FYI, 3 menit itu lumayan lama untuk satu argumen.












 


Sekarang giliran Ave! Yap, suaranya Ave tegas dan cukup meyakinkan. Ayahnya yang datang untuk nonton saja sampai mengangguk-angguk takzim. Aku menghela napas, lega karena argumen tim kami—menurutku—lumayan kuat. Aku meremas-remas tanganku sendiri. Dingin. Biasa, kalau aku sedang nervous pasti begitu. Eh, tapi tadi aku cukup pede kok. Mungkin sudah bawaan lahir kali, ya. Hehe.



Terus aku noleh ke Hafidh.



“Heh, tanganku dingin ik.” Aku berbisik, sementara Ave ngomong.



“Tanganku juga og,” balas Hafidh. Terus aku pegang tangannya. Iya sih, dingin. Apa semua orang yang nervous selalu begitu, ya?



…According to hadist, there are three characteristic of munafiq people. First, if he said something, he lied. Second, if he make a promise, he break it. Third, if someone give him responsibility, he betray it. As like Mitha said, badness will bring you to the hell. You don’t want to go to hell, right?”



Salah satu kelebihan argumen kami—kalau kami lihat—adalah riset yang kami lakukan buat argumennya. Haha, iya, kami pakai hadist dan Al-Qur’an. Habisnya, kami pengen argumen kami tuh nggak terbantahkan, makanya pakai dalil. Semoga berkah, amin. Bayangkan, hari Rabu sebelum berangkat—latihan terakhir di sekolah—aku dan Ave sampai lari-lari ke perpustakaan demi mencari kitab hadist. Untung ada, Shahih Bukhari jilid 1-4. Kami bawa keempat buku itu ke kelas kosong yang kami pakai buat latihan. Keriting nggak tuh? Nggak keriting ding, kribo. Hahaha.



“Thank you, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Alhamdulillah, our job is finally done! Semua sudah selesai—tinggal tunggu pengumuman saja. Setelah dipersilakan meninggalkan tempat, kami berdiri dengan riang dan tos bersama. Ave lari ke luar kelas dan memeluk ayahnya. Hafidh cerita dengan semangat ke tantenya—yang hari itu sengaja ke Alpus demi ketemu Hafidh. Aku? Aku cuma senyam-senyum sambil menyandarkan kepalaku ke mama. Mama mengacungkan jempolnya ke aku. Aku lega luar biasa.



Keluar kelas, kami tos dengan Tio. Oh ya, timnya Tio maju sebelum tim kami. Motion dan bagiannya sama, pula. Tahu nggak, dia ngomong apa ke kami?



“Wah, harusnya kalian nggak boleh tuh masukin masalah agama di debat. Gimana sih, jurinya nggak profesional!”



Hah? Masa sih nggak boleh? Boleh-boleh saja, ah. Ave pun membela diri dengan bilang kalau itu demi keakuratan argumen kami. Lalu Hafidh debat sendiri sama Tio—pakai bahasa Inggris pula. Sudah ah, aku capek. Aku balik ke basecamp kami di dekat balkon SMA dan berkumpul dengan teman-temanku yang lain.



Lalu mama dan Mr Atok datang. Katanya, pengumuman babak selanjutnya masih agak lama. Itu berarti—kata Mama Ani—yang sudah lomba dipulangin dulu, dan tim debat nunggu di Alpus dulu. Aku, Hafidh, dan Ave sudah capek fisik dan pikiran. Dilema, antara pengen masuk babak semifinal tapi itu berarti belum boleh pulang, dan pengen pulang—yang terjadi kalau kami nggak masuk babak semifinal.



Kami pun cari kelas kosong untuk istirahat. Kami masuk ke 703 atau 704 gitu—pokoknya ruang lomba debat SMA, yang baru aja selesai. Kelas itu kosong. Kami menggeret kursi dan duduk di dekat pintu sambil melepas lelah. Mr Atok malah cari-cari kesempatan nge-charge hape. Bosan, kami jalan mengelilingi kelas itu dengan desperate. Sambil terkagum-kagum dengan kompleks sekolah kece ini. Kelasnya lumayan cozy, lebih terang dan menyenangkan daripada kelas kami di 14. Ada Wi-Fi di tiap koridor, gratis, kenceng pula. Keren abiiiis. Tahun lalu, waktu aku ke Alpus dalam rangka lomba blog bareng Ayu, aku pakai Wi-Fi di sana dan USB modemnya aku masukin lagi ke tas. Hehe.



Setelah beberapa menit berlalu, kami kembali ke 701, mendengarkan siapa yang lolos babak selanjutnya. Wah, kami ketinggalan. Pengumumannya udah selesai dari tadi. Aku sebenarnya optimis bakal masuk babak semifinal, cuma kok ya habis dengerin apa kata Tio tadi, mentalku jadi agak down. Bisa nggak ya?



Mr Atok mendatangi jurinya dan bertanya apakah kami masuk semifinal. Kata jurinya, nggak. Lho? Kami nggak salah denger nih? Mr Atok mencoba lagi, pakai keyword Semarang, 14, nomor undian 20, dst, dst. Tetap saja, jurinya bilang kami nggak masuk semifinal.



…ya Allah, rasanya kecewa. Banget.



Padahal kami sudah bisa merebut hati juri dan audiensnya. Tapi?



Sudahlah, mungkin memang belum keberuntungan kami. Mungkin belum saatnya.



Tapi kalau belum saatnya, kapan lagi? Ini tahun terakhir kami bisa berkompetisi di lomba Al-Azhar se-Indonesia. Tahun depan, kami udah nggak bisa ikut lagi. Kami bertiga udah kelas 9.



Aku sih nggak sampai nangis ya. Aku jadi berpikir, pasti juri-jurinya rugi karena nggak memasukkan tim kami ke babak semifinal. Hihi. Pikiran kayak gitu boleh juga, kan? Berkali-kali kalah dalam lomba, secara perlahan itu bikin aku strong dan biasa saja kalau kalah.



…masalahnya, ini sudah keempat kalinya aku mewakili 14—dua kali waktu SD dan dua kali waktu SMP—di lomba Al-Azhar se-Indonesia dan pulang tanpa hasil. Tahu yang namanya kecewa? Sedih?



Aku berusaha tersenyum dan bilang pada diriku sendiri, “Sudah, nggak apa-apa. Yang penting, kamu sudah berusaha. Toh, kamu sudah berhasil memberi yang terbaik, kan? Kalah nggak berarti dunia kiamat, nggak.”



Kami berjalan ke lift. Aku menggembung-gembungkan mulutku sebal. Ave melihatnya dan bilang, “Mithaaaa, jangan nangis!” tapi aku ketawa aja dan bilang, “Ih, nggak. Siapa juga yang mau nangis?”



Kami berempat turun dan jalan-jalan sebentar di bazaar sebelum akhirnya pulang ke penginapan.



Pulang... dan berusaha mengikhlaskan semua ini. Pasti Allah punya rencana yang lebih baik daripada ini. Pasti!



Di jalan, kami masih bisa tertawa dan tersenyum. Ave bilang, “Bahagia itu sederhana, ya.”



Aku tersenyum. Ya, bahagia itu sederhana. Dan ada di mana-mana. Aku sering kagum dengan anak laki-laki. Mereka bisa bahagia hanya dengan sebuah bola. Lihat deh, setiap hari mereka main bola—dan kelihatan bahagia. Bahagia juga nggak melulu berhubungan dengan sesuatu yang “wow”. Apapun, asal kamu senang dan bahagia, semua akan terasa indah. Percaya deh.



Aku dan Ave masuk ke kamar sebentar, mendinginkan diri, kemudian keluar dan gabung dengan anak-anak cewek yang lain. Oddy dan Hafidh ikut gabung beberapa menit kemudian. Kami cerita tentang lomba kami tadi, dan anak-anak OSN ngeluh karena nggak diizinin ke Senayan. Sebagai pendengar yang baik, sih, kami diam saja. Hehe.



Tiba-tiba Bu Widji dan Bu Arif ngajak anak-anak OSN ke Alpus—barangkali anak-anak OSN mau lihat lokasi lomba dulu, katanya. Tentu saja mereka mau. Aku, Ave, Alma, dan Oddy juga ikut. Cari kegiatan aja, hehe. Aku dan yang lain pun ganti baju dan kami pergi lagi ke Alpus.



Sampai di sana, kami naik lagi ke lantai 8. Ya Allah, di sana panas banget. Gara-gara itu, beberapa dari kami memutuskan untuk turun dan main di bazaar-nya. Ave dan Lulu pengen ketemu teman mereka, Shadia, dari 23. Ya sudah deh, aku, Nadia, Fira, dan Yumna turun bareng. Terus kami mencar-mencar di bazaar. Aku beli minum. Apa, sih, mereknya… Hop Hop? Iya, Hop Hop. Gila, minuman kayak gitu—yang bisa habis dalam 5-10 menit—harganya 13 ribu rupiah. Sinting. Yah, ini kan bazaar, semuanya jadi lebih mahal.



Eh, nggak sengaja, aku ketemu Arif dan Aji—yang katanya nyusul ke Alpus naik bajaj. Ya Allah. Terus mereka ketemu Tio dan aku nanya apakah dia masuk final. Ternyata iya. Haha, sialan banget, omongannya beneran kejadian. Aku ninggalin Arif dan Aji yang ngobrol seru sama Tio, dan gabung dengan Oddy dan Alma. Mereka beli strawberry lemonade.



Kata Bu Arif, kami harus kumpul di dekat Masjid Al-Azhar sekitar jam setengah lima. Tapi ternyata jam segitu belum pengumuman, jadilah kami naik nyusul beliau berdua ke atas. Karena hola-holo dan nggak tau mau ngapain, kami duduk-duduk aja di dekat aula.



Tiba-tiba, dari dalam aula.



“Juara 3, Intan Fikri Alfarinda!”



Hah? Nggak salah denger nih? Intan? Intan adik kelasku, juara 3 lomba tahfidz? Alhamdulillah!



Kami berhamburan masuk ke dalam, dan ikut teriak-teriak kegirangan bareng Bu Arif dan Bu Widji. Makasih ya Allah, kami dapet 1 piala. Karena Intan nggak ikut, jadilah Ave yang mewakili. Intan memang pantes dapet juara. Pagi sebelum berangkat, aku dan temen-temen Bahasa Inggris sempat denger dia latihan. Ya Allah, bikin merinding. Hafalannya itu lho, lancar banget-nget-nget!



Lalu, beberapa lomba diumumkan. Yang excedes expectations—minjem istilah di Harry Potter, hehe—Tio dapet piala di lomba debat! Wuaaaaha, keren abis! Entah juara berapa. 3 atau harapan 1 gitu. We’re proud of you!



Pengumuman lomba story telling, aku optimis Oddy dan Alma bisa. Menurut Mr Atok, mereka berdua juga bisa menguasai audiens. Benar saja, beberapa menit kemudian pembawa acaranya memanggil nama Alma sebagai juara harapan 2. Yeaaaay! Alhamdulillah, kami dapat 2 piala hari ini. Semoga besok panen piala, amin!

Aku lanjutkan di postingan selanjutnya, ya! :D

3 komentar: