Senin, 14 Februari 2011

Autumn in Berlin

Disclaimer: Hetalia punya Bang Hidekaz Himaruya. Pesan saya untuk dia hanya satu: BIKIN INDONESIA LEBIH KEREN LAGI! AHAHAHA~~~ #labillabillabil

Summary: Berlin, pertengahan bulan Oktober. Prussia dan Hungary duduk di bangku taman sambil menikmati musim gugur di Berlin yang indah. PruHung oneshot. (Mungkin) AU dan (mungkin juga) OOC.

###

Berlin, pertengahan Oktober. Belahan bumi utara sedang mengalami musim gugur. Tak terkecuali Jerman. Negara maju itu, yang dulunya terbelah menjadi dua, juga sedang mengalami musim gugur.

Hungary menarik napas, menghirup udara musim gugur yang segar. Ia melirik jam tangannya dan mendesah. Sudah lima menit ia duduk di sini, di bangku panjang di sebuah taman di Berlin. Ia menyibakkan rambut cokelat mudanya yang panjang dan lebat ke belakang, dan menyandarkan punggungnya ke bangku taman sambil memandang langit sore yang bersih.

“Maaf, aku terlambat.”

Hungary menoleh. Tampak olehnya Prussia yang membungkuk terengah-engah, wajahnya terlihat lelah. Ia tersenyum.

“Akhirnya kau datang juga,” sahutnya pelan, “aku sudah menunggu lima menit.”

“Maaf, sekali lagi maaf,” Prussia mengatur napasnya, lalu duduk di samping Hungary. “Jadi... bagaimana 
kabarmu?” tanyanya, sekedar mencoba berbasa-basi.

“Baik,” jawab Hungary singkat. “Bagaimana denganmu?”

“Hmm,” Prussia berpikir sejenak, sebelum melanjutkan, “pagi ini France memaksaku untuk tidur seranjang dengannya, tapi aku tidak mau, tentu saja. Dan dia tampaknya ingin sekali menciumku! Aku kabur darinya, tapi dia mengejarku! Untunglah West berhasil mengusir France!” katanya, agak kesal.

“Wah!” Hungary nyaris terlompat dari bangkunya, “seharusnya kau menerimanya. Lalu, undang aku. Biar aku merekam aksi kalian!” fujoshi-mode Hungary menyala juga akhirnya.

“Sialan kau! Seharusnya aku tidak usah mengatakan itu tadi!” umpat Prussia sambil mengacak rambutnya.

“Hahaha, maaf,” kata Hungary sambil tertawa, “aku hanya bercanda. Hmm. Ada apa, kenapa kau memintaku 
datang ke sini sore ini?”

“Tidak apa-apa,” jawab Prussia cepat. Ia menyenderkan punggungnya di bangku taman sambil melipat kedua tangannya. “Aku kesepian. Tidak ada yang bisa diajak ngobrol... West terlalu sibuk mengurus Italy,” lanjutnya.

“Oh,” kata Hungary pelan. “Aku juga. Kesepian.”

Mereka berdua memandang langit yang mulai dihiasi semburat lembayung.

“Musim gugur yang indah,” celetuk Hungary.

“Yah... karena itulah aku suka musim gugur,” sahut Prussia. “Kau tahu apa yang paling aku suka?”

Hungary menoleh, matanya menyiratkan keheranan yang begitu besar.

Mata hijau Hungary bertemu mata merah Prussia, menciptakan sebuah kekontrasan.  Hungary bisa merasakan sesuatu; sesuatu yang membuatnya merasa aneh.

“Aku senang ketika ada angin musim gugur yang menyapu wajahku. Rasanya sejuk,” lanjut Prussia. Ia menutup mata dan tersenyum ketika merasakan angin menyapu wajah putihnya.

“Ya,” jawab Hungary sekenanya. Ia merasa kedinginan, namun entah bagaimana, hanya dengan menatap mata Prussia, rasa dingin itu seketika sirna.

Tangan Prussia tiba-tiba menyambar tangan Hungary. Membuat Hungary terkejut.

“Hei! Apa-apaan—“

“Kau bisa merasakannya?” sela Prussia. Hungary terdiam. Merasakan apa?

“Coba rasakan wajahku.” Prussia menempelkan tangan Hungary ke wajahnya. Hungary tersentak.  Apa? Apa yang ia rasakan?

“...Dingin,” gumam Hungary.

 “Hmm. Dan coba kurasakan wajahmu.” Prussia mengangkat tangannya dan mengelus pipi Hungary, kemudian menyentuh hidungnya. Hungary bergidik, geli sekaligus kaget.

“Jangan seenaknya menyentuh wa—“

“Wajahmu juga dingin,” kata Prussia, mengabaikan perkataan Hungary yang bernada kesal.

Hungary terdiam. Perlahan-lahan ia menikmati sentuhan tangan Prussia di wajahnya.

Angin sekali lagi bertiup kencang, menerbangkan daun-daun yang berguguran di sana. Hungary merapatkan jaket tipis yang dikenakannya, namun tubuhnya tetap saja menggigil kedinginan.

Prussia bisa merasakan Hungary yang menggigil. Perlahan, ia menggeser posisi duduknya mendekati Hungary.

“Kenapa kau memakai jaket ini? Jaket ini tipis, kau tahu, kan?” Prussia memegang jaket Hungary, sedikit 
menceramahi gadis yang dulunya adalah maid Austria ini.

“Yah, ini kan satu-satunya jaket yang aku punya,” kata Hungary lirih. Prussia menyeringai.

“Kalau begitu, biarkan aku menghangatkanmu,” katanya tiba-tiba.

“Maksudmu? Kau mau membawa-bawa oven ke sini?” sindir Hungary.

Prussia tertawa. “Ngaco. Sini, biar aku membuatmu hangat!”

Dan entah bagaimana, Hungary bahkan tidak menyadari bahwa...

...Prussia sudah memeluknya dengan erat. Namun pelukan itu tidak membuatnya sesak napas; ia malah merasa hangat dan nyaman.

“Bagaimana? Sudah nyaman?” tanya Prussia.

“Begini lebih baik, tapi...”

“Tapi?” tanya Prussia bingung.

“Errr... sudahlah, lepaskan aku,” kata Hungary, wajahnya bersemu merah. Malu. Walau bagaimanapun juga, Prussia memeluknya di depan umum!

“Tapi aku tidak mau melepaskanmu,” balas Prussia.

“Prussia—“

“Kalau kulepaskan, bisa-bisa kau kedinginan lagi,” potong Prussia tidak peduli.

“Aku—oh, baiklah,” Hungary mengalah. Lagipula, sekarang ia mulai merasa nyaman di pelukan Prussia.
Prussia memeluk Hungary. Daun-daun cokelat yang berguguran beterbangan ditiup angin. Langit senja berwarna lembayung. Kombinasi semua itu, membuat suasana semakin romantis.

“Hungary,” panggil Prussia pelan.

“Ya?” jawab Hungary. Ia menoleh. Mata hijaunya sekarang berseri-seri. Mendadak Prussia menjadi gugup.

“Eh... Hungary... aku sudah lama ingin mengatakan ini padamu, t-tapi...” Prussia menjadi gugup. Ia menelan ludah. Hungary bisa merasakan pelukan Prussia agak merenggang.

“Tapi apa?”

“A-aku tidak... aku tidak punya—aku tidak punya keberanian untuk mengatakan ini padamu—“

“Mengatakan apa?” Hungary semakin penasaran.

“K—kalau aku...” kata-kata Prussia terputus.

“Apa?”

“K—kalau aku—aku... mencintaimu!” Prussia mengucapkan kata terakhir dengan agak enggan, dan 
suaranya gemetar ketika mengucapkannya.

Hungary tersentak. Ia terdiam.

Prussia juga.

Mereka berdua terdiam.

Tiba-tiba, Prussia menekapkan tangannya ke mulutnya sendiri, seolah menyesali apa yang baru saja ia ucapkan.

“A... aku... apa yang kukatakan?!” kata Prussia panik.

“...Prussia...  k-kau... kau barusan bilang...” Hungary ikut-ikutan gugup.

“Aku tahu! Seharusnya aku tidak bilang itu tadi!” teriak Prussia.

Hungary diam.

Hening. Hanya ada suara angin berdesir, diiringi daun-daun kecokelatan yang tersapu angin.

“Jadi, kau bilang kalau kau suka padaku,” kata Hungary pelan, setelah semuanya berangsur tenang.

Prussia menatapnya dengan ekspresi antara takut, heran, bingung, dan tegang.

“Hungary, aku tidak senga—“

“Aku tahu kau tidak sengaja mengatakan itu,” kata Hungary kalem. “Tapi aku tahu, kau sudah lama ingin berkata seperti itu, kan?”

Prussia tertegun. “Y—yah, kalau kau berpikir begitu...”

Hungary tersenyum. Entah kenapa Prussia menyadari, senyum Hungary membuat wajahnya tampak lebih cantik. Fakta bahwa ia fujoshi yang seringkali memburu foto-foto bombastisnya dengan Austria dan kawan-kawannya, seolah terlupakan.

“Kau tahu...” Hungary memulai.

“Apa?” tanya Prussia.

“Kau tahu, aku sangat menyukai laki-laki yang gentle, yang berani menyatakan cinta mereka secara langsung, dengan jarak yang sangat dekat...” lanjut Hungary. Prussia terperangah. Apakah itu artinya...?

“A—apakah itu berarti... k—kau—“

“Ya, aku juga menyukaimu, Prussia,” kata Hungary mantap.

Prussia terdiam. Terkejut. Tegang. Apa yang Hungary katakan barusan? Hungary... mencintainya? Menyukainya?

Seketika, rasa bahagia yang begitu besar membuncah di dada Prussia. Ia memeluk Hungary dengan riang.

“Jadi, kita...” ujar Prussia.

“Kita pacaran, maksudmu?” potong Hungary.

“Mmm-hmm.” Prussia menggumam tak jelas.

“Baiklah!” kata Hungary. Prussia tiba-tiba mencium kening Hungary dengan hangat.

I love you, Hungary,” kata Prussia lirih.

Me too, Prussia,” balas Hungary.

Daun-daun kecoklatan yang berguguran,

Angin sore yang bertiup lembut,

Dan langit senja yang indah...

Semua menjadi saksi cinta mereka.

“Cieeee! Prussia sama Hungary jadian nih yeeeee!”

“Cieeee! Prikitiew!”

Hungary dan Prussia tersentak, kemudian menoleh ke belakang.

Tampak France dan Spain tertawa-tawa di balik semak-semak sambil menunjuk-nunjuk mereka.

“K—kalian... apa y—yang k—kalian lakukan di—di sini?!” teriak Prussia panik sambil melompat.

“Cieeee, yang lagi jatuh cinta!”

“Hahaha! Prikitiew, kata Sule! Cielaaaaah!”

France dan Spain masih tertawa terbahak-bahak, bahkan ketika Prussia memasang deathglare-nya.

“Kalian... AWAS YAAAAAA!!!” teriak Prussia sambil berlari mengejar mereka.

Dua sohibnya itu pun kabur dengan kecepatan kilat.

“AWAS KALIAN BERDUAAAA!!”

Sementara itu, Hungary tertawa melihat kekocakan kedua sahabat Prussia.

=THE (GAJE) END=

###

Ah! Gaje kan? Terutama di endingnya :P entahlah, saya juga lagi labil belakangan ini. Hidup labil! Hahaha.

Oya, ini ada omakenya! Enjoy! And don’t forget to leave a review~~~

###

OMAKE

France: Cieee, Prussia! Gimana rasanya pacaran? Enak nggak?

Prussia: Ih, apaan sih lo!

Spain: Jangan lupa, PJ-nya ditunggu, loh...

Prussia: Hah? PJ?

France: Halah, masa’ nggak tahu, sih! Itu loh, Pajak Jadian!

Prussia: Pajak Jadian? Ogah gue! Emang lo siapa?

Spain: Hah? Nggak mau? Oh... hari gini nggak bayar pajak?!

Prussia: Memang kenapa?

France, Spain: APA KATA DUNIA??

Prussia: ...

(Bapak dan Ibu yang kerja di Kantor Pajak... tolong, jangan bunuh Raraaaaa! DX) 

Minggu, 13 Februari 2011

Senang, Capek, Lega, Kaget, Semua Jadi Satu

Ehm... langsung saja ya.

Kemarin Jum'at, Hida dan Ayu beradu mulut seru banget. Biar simpel, saya jadikan dialog saja, ya.

Ayu (a.k.a. Wodeng): Ya Allah, apa dosaku...?

Hiida: Banyak, Yu.

Ayu: Hah? Apa aja?

Hiida: Sering bolos, fujoshi, suka ngubah nama orang seenaknya, terus...

Ayu: Terus apa lagi?

Hiida: Suka nggambar manusia (a.k.a. makhluk hidup).

Ayu: HAH?! Itu dosa, toh?

Hiida: Iya, dalam Islam kan nggak boleh...

Nggak saya sangka, ternyata Ayu terlalu memikirkan itu. Sampai-sampai depresi dan nggak mau masuk sekolah. Ah, biarin, lah. Saya juga kaget baca postingan dia di blognya. Rasanya mau marah dan nangis.

Tapi hari Sabtu, saya senaaaaaaannngggg sekali! Tau kenapa? Ada beberapa alasannya, sih.

Kemarin, Spain a.k.a. Antonio Fernandez Carriedo, salah satu tokoh di Hetalia yang jadi tokoh favorit saya (sebenarnya posisi the number one itu diduduki England, tapi sekarang... turunlah kau ke posisi dua, England! HAHAHA!), ulang tahun! Yup, dia berulang tahun setiap tanggal 12 Februari. Karena hari itu hari ultahnya, saya pun memutar character song-nya--La Pasion no Se Detiene~ berulang-ulang, dan memutar Hetalia World Series episode 42, yang full Spain! Haha.

Hari itu, Aiz, teman saya waktu SD yang kini sekolah di SMPN 21, tau-tau main ke sekolah saya. Wah, seneng banget, dong! Saya dan Lulu--teman saya yang sama-sama anggota OSIS--nyamperin dia dan sedikiiiiiiiiiitttt (ya, SEDIKIT) ngobrol tentang beberapa hal. Asyik juga.

Dan waktu itu dia pulang ke rumahnya naik angkot. Aaaaaahh, harusnya saya ikut! Tapi gara-gara masih harus nunggu guru biologi untuk susulan ulangan, nggak jadi, deh. Hiks :'(

Eng... sambil nunggu, saya dan beberapa teman saya--Sarah, Athaya, Laila, dan Safira--main ke rumah Sarah yang notabene dekat dengan sekolah. Sambil menemani mereka membuat film. Ketika kami sedang memesan mi ayam, datang SMS dari Bu Ary--wali kelas 7A--yang mengabarkan kalau guru biologinya sudah datang. Kami pun adu mulut sedikit, memutuskan apakah harus ke sekolah dulu atau mendahulukan makan. Akhirnya kami memilih makan dulu. Ya sudah.

Soal biologinya persis sama seperti soal UH. Jadi, lumayan gampang untuk dikerjakan. Hanya saja saya tidak yakin bakal mendapatkan nilai 100, hehe.

Rasa capek dan lelah karena menunggu guru biologi kami itu pun terbayar dengan rasa senang, puas, dan lega. Akhirnya, saya menemani mereka membuat film--tugas PKn--tentang HAM.

Oh, ngomong-ngomong soal tugas PKn...

AYUUUUUU!!! HIDAAAAAAA!!! KHANZAAAAAA!!!

KAPAN MAU BIKIN???! DEADLINE-NYA TINGGAL SEMINGGU LAGI, LOH!!!

(contoh orang stres + galau + sinting + labil kalau digabung jadi satu... -__-")

Kamis, 03 Februari 2011

Bohemian Rhapsody



Is this the real life?
Is this just fantasy?
Caught in a landslide
No escape from reality
Open your eyes
Look up to the skies and see
I'm just a poor boy (Poor boy)
I need no sympathy
Because I'm easy come, easy go
Little high, little low
Any way the wind blows
Doesn't really matter to me, to me

Mama just killed a man
Put a gun against his head
Pulled my trigger, now he's dead
Mama, life has just begun
But now I've gone and thrown it all away
Mama, ooh
Didn't mean to make you cry
If I'm not back again this time tomorrow
Carry on, carry on as if nothing really matters

Too late, my time has come
Sends shivers down my spine
Body's aching all the time
Goodbye, everybody
I've got to go
Gotta leave you all behind and face the truth
Mama, oooooooh (Anyway the wind blows)
I don't want to die
Sometimes wish I'd never been born at all

[Guitar Solo]

I see a little silhouetto of a man
Scaramouch, Scaramouch, will you do the Fandango
Thunderbolt and lightning, very, very frightening me
(Galileo) Galileo (Galileo) Galileo, Galileo Figaro
Magnifico-o-o-o-o
I'm just a poor boy nobody loves me
He's just a poor boy from a poor family
Spare him his life from this monstrosity

Easy come, easy go, will you let me go?
Bismillah! No, we will not let you go
Let him go
Bismillah! We will not let you go
Let him go
Bismillah! We will not let you go
Let me go (Will not let you go)
Let me go (Will not let you go) (Never, never, never, never)
Let me go, o, o, o, o
No, no, no, no, no, no, no
(Oh mama mia, mama mia) Mama Mia, let me go
Beelzebub has the devil put aside for me, for me, for me!

So you think you can stone me and spit in my eye
So you think you can love me and leave me to die
Oh, baby, can't do this to me, baby
Just gotta get out, just gotta get right outta here

[Guitar Solo]
(Oooh yeah, Oooh yeah)

Nothing really matters
Anyone can see
Nothing really matters
Nothing really matters to me

Any way the wind blows...

Rabu, 02 Februari 2011

You Belong With Me



You're on the phone with your girlfriend, she's upset
She's going off about something that you said
'Cause she doesn't get your humor like I do

I'm in the room, it's a typical Tuesday night
I'm listening to the kind of music she doesn't like
And she'll never know your story like I do

But she wears short skirts, I wear T-shirts
She's Cheer Captain and I'm on the bleachers
Dreaming about the day when you wake up and find
That what you're looking for has been here the whole time

If you could see that I'm the one who understands you
Been here all along, so why can't you see?
You, you belong with me, you belong with me

Walking the streets with you and your worn-out jeans
I can't help thinking this is how it ought to be
Laughing on a park bench, thinking to myself
Hey, isn't this easy?

And you've got a smile that could light up this whole town
I haven't seen it in a while since she brought you down
You say you're fine, I know you better than that
Hey, what ya doing with a girl like that?

She wears high heels, I wear sneakers
She's Cheer Captain and I'm on the bleachers
Dreaming about the day when you wake up and find
That what you're looking for has been here the whole time

If you could see that I'm the one who understands you
Been here all along, so why can't you see?
You belong with me

Standing by and waiting at your back door
All this time how could you not know?
Baby, you belong with me, you belong with me

Oh, I remember you driving to my house in the middle of the night
I'm the one who makes you laugh when you know you're 'bout to cry
And I know your favorite songs and you tell me 'bout your dreams
Think I know where you belong, think I know it's with me

Can't you see that I'm the one who understands you?
Been here all along, so why can't you see?
You belong with me

Standing by and waiting at your back door
All this time, how could you not know?
Baby, you belong with me, you belong with me

You belong with me
Have you ever thought just maybe
You belong with me?
You belong with me

Kalor

Errr. Postingan pertama saya di bulan Februari. Oke. Hari ini saya memulai bab baru di pelajaran Fisika. KALOR. Sekali lagi, KALOR, bukan KOLOR. Oke? Ya, tadi guru saya memberikan soal 'pembuka' yang sangat-gaul-sekali. Ehm. Kenapa saya pakai bahasa tidak efektif, ya? Sudahlah. Lupakan. Baiklah, selamat mencoba mengerjakan, ya!

###

Tono mau mandi, karena cuacanya lagi hujan dan udaranya dingin banget, maka dia meminta bantuan Bi Inah untuk memasak air. Nah, ketika Bi Inah sedang memasak, Tono ikut nimbrung ngrecokin Bi Inah.

1) Bi, coba kalo kita masak air dengan dua panci, yang satunya airnya satu gayung, terus yang kedua airnya empat gayung. Nah, yang lebih cepat panas itu yang mana ya Bi? Tolong jelasin dong! Kok bisa ya?

2) Terus, kalau misalnya kita masak air, yang satunya suhunya 20°C, terus yang satunya suhunya 40°C, yang lebih cepat panas yang mana ya Bi? Hubungannya apa ya di antara kalor sama suhu? Jelasin ya, Bi!

3) Oya Bi, Bi Inah kan punya minyak sama ada air tuh di gentong, kalo kita masak keduanya bareng-bareng, yang lebih cepat panas itu yang mana ya Bi? Kok bisa begitu? Tolong jelasin ya!

4) Bi, kedua airnya udah mendidih tuh, aku mau mandi. Tolong dong Bi, gimana caranya supaya aku bisa mandi dengan air yang hangat? Kok bisa airnya jadi hangat ya?

5) Wah, kalo gitu, kalor itu apa tho Bi? Yang mempengaruhi besarnya kalor itu apa ya Bi?

###

Nah, nah. Sekarang, coba dong kalian kerjakan! Oke?