Lanjut. Jadi, waktu lagi pekan UTS, Ibu Kepala Redaksi majalah sekolahku
(to all my friends in Al-Azhar 14 JHS.
You know who is she, right?) dengan sangat tidak elit mengumpulkan
anak-anak jurnalistik di depan ruang guru setelah jam pulang sekolah. Intinya,
kami semua disuruh mencari opini dari teman-teman tentang jejaring sosial. Apa
saja dampak positif dan negatifnya, serta bagaimana cara mengatasinya. Aduh,
tugas jurnalku nambah lagi. Sudah disuruh bikin liputan di Jakarta, nulis
pengalaman di Korea, dan masih ada ini. Tapi biarlah. Selama kita senang, pasti
semuanya jadi mudah. Aku sih manggut-manggut aja sambil berpikir enaknya
menggaet (weleh, bahasanya) siapa untuk dijadikan narasumber. Pikiran pertama yang
terlintas di benakku, anak-anak ROPM. Red
Orchid Photo Management. Kelompok banci kamera (profesional) yang terdiri
dari aku, Ave, Alma, Hafidh, dan Oddy. Mungkin mereka bisa aku tanya-tanya
tentang opini mereka. Atau... aku kepikiran Aiz dan Rizal. Yeah, secara, mereka
sobat karibku, juga anak debat. Pasti persoalan begini sangat cipilihi buat
mereka.
Awalnya sih aku melupakan rencana awal menanyakan opini itu dan fokus
ngerjain liputan Jakarta. Tapi gara-gara stuck,
aku membiarkan saja file liputan
itu sampai nyaris lumutan di laptopku. Sampai pada akhirnya, waktu anak-anak
LMFAO (Lulu, Mitha, Fia, Ave) makan bareng, Lulu cerita kalau dia sudah
mengumpulkan tiga opini. Ketiga narasumbernya dari SMP Al-Azhar 23: Chiara,
Shadia, dan Renaldy. Aku tahu Shadia dan Renaldy, aku sempat ketemu mereka
waktu lomba debat Bahasa Inggris di Al-Azhar Pusat. Yap, mereka anak debat,
pasti cukup kritis lah. Kemudian aku bilang kalau aku bingung mau tanya siapa.
Ave langsung bertindak ofensif, “Aiz aja to Mith! Punya pacar kok nggak
dimanfaatin?”
Haha, sialan. Bener sih, punya... apa tadi katanya? Pacar? Oh, nevermind. Pacar atau apapunlah itu.
Kenapa nggak dimanfaatin? Haha. Oh, sekalian wawancara Rizal juga. Dan Hafidh!
Oke, lengkap sudah trio cowok kece (?) calon narasumberku. Aku milih Hafidh
juga berdasarkan saran Ave. Katanya, “Biar dia belajar ngasih pendapat sendiri.
Selama ini kan dia selalu ngikut kita.” Hm, sip deh. Ketiganya anak debat.
Cucok lah, kalau pinjem istilahnya Ave. Haha.
Dan saat itu juga, aku kirim SMS ke tiga anak itu, menanyakan pendapat
mereka. Apa dampak positif dan negatif dari jejaring sosial dan bagaimana cara
mengatasi dampak negatifnya?
Aku harus menunggu laaaaaamaaaaa sekali sampai SMS itu dijawab oleh
mereka. Pertama Aiz yang balas. Lalu Hafidh. Terakhir, Rizal. Eh gila, kok aku
hafal ya? Hahaha. Tapi worth it lah,
pendapat mereka cukup oke. Di postingan sebelumnya aku udah nge-post opini mereka, kan? Oke, di akhir
postingan ini aku bakal kasih opini mereka yang terbaru dan sudah aku edit
dengan sangat waziz. Tunggu, sepertinya aku ketularan vocab aneh ciptaan anak kelas 7, deh. Ah sudahlah, lupakan. Oh, by the way, menurut anak kelas 7, wasis
itu artinya pintar. Ngek.
Opini mereka menurutku cukup pendek, tapi berbobot lah. Nggak tahu kenapa,
tapi aku suka aja melihat sesuatu dari perspektif cowok. Cara berpikir mereka
simpel dan tidak begitu bertele-tele. Oh, dan masuk logika juga. Seperti kata
Pak Juhan, guru Bahasa Indonesia-ku: “Cowok itu kalau mikir pake logika,
makanya cepet move on. Kalau cewek
itu banyak pake perasaan, makanya kalau habis putus dipikir terus.” Astagaaaaaa
Pak Juuuuu. Anda memang guru paling kece sedunia ._.
Melanjutkan yang tadi, setelah mereka ngasih opini, aku dengan sangat
gaya membalas begini: “Makasih ya. Kamu bakal masuk majalah sekolahku!” kalau
Hafidh sih, balesnya gini: “Mith, jangan bilang ROPM mau kamu masukin ke
Mozas...” Ngomong-ngomong, Mozas itu nama majalah sekolahku.
Reaksi Aiz dan Rizal hampir mirip lah. Kaget dan pasrah. Awalnya, mereka
bilang gini: “Aaaaaah...” dan setelah itu mereka bilang, “Ya, nggak papa deh.”
Dan aku sempat nelpon Aiz gara-gara opininya rada nggak jelas. Karena
kami nggak bisa ketemuan setiap hari (dan juga aku merasa perlu nanya
langsung), aku telpon dia. Daaan aku sempat menyelipkan stupid conversation lagi.
Mitha: “Selamat, Iz. Kamu bakal
masuk majalah sekolahku!”
Aiz: “Aaaaah... tapi kan nggak pada
kenal aku...”
Mitha: “Ya pasti angkatanku tahu
lah...”
Aiz: “Ya kan cuma angkatanmu.”
Mitha: “Kalo nggak, ntar tak
tambahin fotomu biar kamu terkenal.”
Aiz: “Halah, emang kamu punya
fotoku?”
Mitha: “Ya nggak sih. Lagian salah
siapa, nggak suka difoto. Gampang, ntar aku ambil dari buku tahunan SD aja.”
Aiz: “Aaaaa, jangaaan! Itu tuh foto
nggak jelas banget yo. Sampe kamu beneran ngambil foto yang itu, aku nggak
bakal mau ke sekolahmu lagi!"
Haha, sabar ya Aiz. Nggak, aku nggak bakal masukin fotomu kok. Aku nggak
mau kamu famous di sekolahku. Hehe.
Well, setelah mengumpulkan opini, tugasku selanjutnya adalah mengetik
opini-opini mereka. Dan setelah diketik, ternyata cukup pendek. Dengan mudah
aku mengakali hal ini. Aku kirim SMS lagi ke mereka, menanyakan bagaimana cara
mengatasi dampak negatif jejaring sosial berdasarkan pengalaman mereka sendiri.
Soalnya kalau aku pikir, kan nggak lucu kalau kamu ngasih saran tapi nggak
menjalankannya. Iya nggak?
Aku ketuk (yap, hapeku touchscreen,
saudara-saudara) tombol send. Dan...
heh, queued for sending? Tidaaaaak!
Duh, pasti ini queued ke Rizal,
sementara SMS ke Aiz dan Hafidh sepertinya udah sampai di hape masing-masing.
Soalnya pas kapan itu, waktu aku SMS Rizal, hapeku mendadak hang. Mboh deh. Aku minta tolong Aiz
menanyakan Rizal apakah SMSku sampai ke dia. Ternyata belum. Aaaaaah, ya
sudahlah, aku akhirnya terpaksa online di
Facebook. Kata Aiz, Rizal mau balas di sana aja.
Rizal online. Aku menyapa dia
lewat chat, dan akhirnya kami
wawancara secara nggak langsung lewat chat
Facebook. Haha. Dan ada stupid
conversation lagi. Plis deh, setiap kali aku ngobrol sama cowok, pasti setidaknya
ada satu awkward and stupid moment.
Mitha: “Jal, caramu mengatasi
dampak negatif dari social network
itu apa aja? Berdasarkan pengalamanmu sendiri...”
Rizal: “Ngurangin waktu main social
network, belajar, banyak olahraga...”
Mitha: “Belajar? Ah, yang
beneeeeer?”
Rizal: “Eh... hilangin yang itu
deh.”
Dasaaaar. Padahal aku mau nyorakin dia, “Cieee, anak rajin!” tapi nggak
jadi. Yah.
Setelah itu, aku buru-buru mengetik opini mereka dan melakukan sedikit
pengeditan. Yah, masa aku harus benar-benar menulis semua yang mereka katakan?
Dan ketika aku menyadari aku sudah menyelesaikan tugas jurnalku...
Rasanya. Lega. Banget.
Besoknya, Ibu Kepala Redaksi tiba-tiba masuk ke kelasku dan menagih
tugasku. Alhamdulillah, untung aku
sudah menyelesaikannya semalam. Nah, sekarang... tinggal tugas mengedit novel
dan menulis perjalanan di Korea. Semoga lancar, amin!
Yah, itu tadi sekilas tentang behind
the report-ku. Emang enak jadi anak jurnal? :p
Oiya! Ini liputanku. Selamat membaca! By
the way, sebenarnya ini sama saja seperti postinganku yang sebelumnya ._.
---
“Menurutku, Jejaring Sosial
Itu...”
Jejaring sosial atau social
network. Akrab dengan kata ini? Yap, pasti kalian pernah, bahkan sering
menggunakan social network dalam
kehidupan sehari-hari. Nah, dampak positif dan negatif dari jejaring sosial itu
apa ya, kira-kira? Dan bagaimana cara mengatasi dampak negatifnya? Yuk, kita
tanyakan ke teman-teman kita!
Hafidh Rahman Zailani (8A)
“Positifnya, komunikasi makin luas dan cepet. Apalagi kita sebagai
manusia, komunikasi harus terus. Negatifnya, pikiran gampang terpengaruh dan
terfokus ke situ. Konsentrasi jadi kurang, dan sosialisasi terhadap sekitar
jadi kurang bagus. Cara menghindari dampak negatifnya gampang. Pakai social network kayak gitu tetep boleh,
tapi buat kepentingan tertentu aja, atau buat fun aja kalau lagi nggak ada kegiatan yang bermanfaat. Kalau aku
sendiri, biasanya aku main di social
network kalau lagi nggak ngapa-ngapain, atau lagi ada keperluan seperti
tanya tugas. Dan biasanya, kalau aku baru sadar bahwa aku social networking kelamaan, aku langsung exit aja. Terus nyari kegiatan lain yang lebih aktif. Entah itu
olahraga, hunting foto, atau main
musik, ya pokoknya begitulah.”
Muhammad Rizal Nugraha (14 tahun,
kelas 8, SMPN 21)
“Positifnya, bisa ngobrol sama temen-temen walaupun nggak ketemu. Jadi
kita bisa tahu keadaan temen. Negatifnya... bikin ketagihan, nggak praktis,
buang-buang uang buat internetnya, bikin kurang gerak karena duduk di depan
komputer terus-terusan. Cara menghindarinya? Hmm, kalau dari pengalamanku,
biasanya aku selalu berusaha buat mengurangi waktu main social network, soalnya aku sendiri juga sadar kalau terlalu banyak
main social network itu nggak bagus.
Selain itu, aku juga banyakin aktivitas yang membutuhkan gerak, seperti
olahraga atau sekedar main ke luar rumah biar ganti suasana dan nggak cepat
bosan. Banyak kok, kegiatan yang lebih asyik daripada cuma main social network!”
Faiz Dhia Adlian (14 tahun, kelas
8, SMPN 21)
“Positifnya sih, namanya juga social
network, berarti bisa mempertemukan satu orang ke orang lain, terus bisa
buat tempat curhat, sama buat stalking orang
lain, hehehe. Intinya, keuntungannya tuh bisa untuk memperlancar komunikasi dan
nambah temen. Kalau negatifnya, bisa bikin anak ketagihan, otomatis anak itu
banyak diam di depan komputer, dan itu banyak pengaruhnya, seperti lupa shalat,
merusak mata, tulang punggung bermasalah, sama lupa makan juga. Kalau cara
mengatasinya... waduh, semua tergantung kesadaran anak masing-masing sih, hehe.
Intinya kita harus terbuka sama orangtua, biar mereka setidaknya tahu apa yang
kita lakukan, gitu. Selain itu, biar nggak kurang gerak, banyak-banyak olahraga
juga. Kalau aku sih, untuk menghindari dampak negatifnya, aku pakai social network buat sekedar refreshing aja, bukan menjadi kebutuhan.
Otomatis penggunaannya nggak separah yang udah maniak. Terus, buat kesehatan
mata, aku bikin kontras layarnya nggak begitu terang dan menjaga jarak pandang
dari layar lebih dari 30 senti. Dan juga cukup tidur. Kalau buat menghindari
masalah punggung, aku sering pindah posisi. Kadang juga mijetin punggung.
Rasanya jos lho, haha.”
cieeeeh pengunjung blognya udah >12ribuuu!
BalasHapus